Total Tayangan Halaman

Mengenai Saya

Foto saya
kedai kita adalah sebuah usaha kecil yang saya jalankan sebagai pembelajaran dalam berbisnis untuk belajar memulai usaha yang lebih besar,kedai kita merupakan tempat yang di peruntukan sebagai tempat berkumpul anak-anak muda khususnya dimana bisa nongkrong sambil menikmati makanan kecil dan minuman segar ala kafe dengan harga yang relatif murah dan terjangkau untuk kocek anak muda. alamat jalan pondok cabe raya no 4. kritik dan saran hubungi 021-97353852/087777884748

Arsip Blog

Selasa, 26 Juli 2011

PT DI Fokus Kembangkan Kendaraan Amfibi Multi Guna "Hovercraft"

prototype hovercraft Dalam NegeriBandung - Tak hanya fokus pada pengerjaan dan pembuatan komponen pesawat terbang, PT Dirgantara Indonesia (DI) juga mulai fokus menggarap varian kendaraan multiguna. Sekitar dua tahun, BUMN strategis itu tekun mewujudkan hovercraft, sebuah kendaraan amfibi yang dinilai dibutuhkan di Indonesia berdasarkan karakteristiknya.
Kebutuhan akan kendaraan multiguna itu seolah semakin bermakna ketika hovercraft milik Amerika Serikat menembus langsung dari laut dengan membawa sejumlah alat berat dan kebutuhan logistik di Pantai Meulaboh saat Tsunami Aceh terjadi pada lima tahun lalu.
Kejadian itu pula yang tampaknya mengilhami kelahiran hovercraft buatan dalam negeri tersebut. Ini pun diakui oleh Jubir PT DI, Rakhendi Triyatna. Menurut dia, satu unit prototype sudah diselesaikan.
“Saat ini, kami tengah mengerjakan dua unit pesanan TNI AD,” jelasnya di Bandung, Senin (2/1).
Dijelaskan Rakhendi, rancang bangun dan penguasaan teknologinya tidak terlepas dari kemampuan ahli dan karyawan PT DI. Dimensi hovercraft buatan pabrik pesawat terbang plat merah itu mempunyai panjang 22 meter dengan lebar 11 meter. Tinggi struktur secara keseluruhan mencapai 5,7 meter.
Kendaraan yang dinamakan Landing Hovercraft Utility (LHU) IHOV-20 TM itu mampu mengeluarkan lesatan hingga 40 knots. Dalam beroperasi, hovercraft dari perusahaan yang berpusat di Bandung itu bisa pula digeber selama 5,2 jam. Untuk itu, asupan bahan bakarnya mencapai 313 liter per jam. Mesin yang menunjangnya adalah 2 X Marine Diesel Engine 1.550 HP.
Proto Type hovercraft Dalam NegeriKendaraan di luar bisnis utama PT DI itu bisa mengangkut beban hingga 20 ton. Itu artinya IHOV-20 TM sanggup dimuati alat berat semacam backhoe 15 ton bagi penanganan bencana misalnya, apalagi di kawasan kepulauan.
Untuk menunjang pertempuran sebagai bagian dari alutsista, hovercraft juga siap diandalkan. Bidang muat di bagian tengah hovercraft mampu memarkirkan satu unit Tank AM atau Tank Scorpion 90. Jika pun tidak, bidang itu terbuka bagi pemuatan satu unit truk dan juga dua kendaraan taktis. Seratus pasukan siap pula diangkut kendaraan segala medan itu.
Menurut Rakhendi, pihaknya melepas LHU itu seharga 5 Juta US Dollar. Diharapkan inovasi itu bisa menjawab kebutuhan pasar tak hanya sebatas kepentingan militer. Pasalnya, hovercraft memang dihadirkan untuk menjawab kondisi medan di Tanah Air.

Perjalanan Sejarah Perjuangan TNI

Pada awal kemerdekaan terakumulasi kekuatan bersenjata yang berasal dari para tokoh pejuang bersenjata, baik dari didikan Jepang (PETA), Belanda (KNIL), maupun mereka yang berasal dari laskar rakyat, inilah cikal bakal lahirnya TNI, yang dalam perkembangannya mengkonsolidasikan diri ke dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kemudian berturut-turut berganti nama menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Keselamatan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia (TRI), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), yang kembali menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), melalui penggabungan dengan Polri, dan berdasarkan Ketetapan MPR No. VI/MPR/2000 kembali menggunakan nama Tentara Nasional Indonesia (TNI) setelah pemisahan peran antara TNI dan Polri.

Sejak kelahirannya, TNI menghadapi berbagai tugas dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Pengabdian TNI kepada negara dapat dilihat dalam perjalanan sejarah perjuangannya sebagai berikut:

1) Mempertahankan Kemerdekaan

Segera setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Bangsa Indonesia menghadapi Sekutu/Belanda yang berusaha menjajah kembali bangsa Indonesia. Kedatangan kembali Sekutu/Belanda mendapat perlawanan kekuatan TNI bersama rakyat, yaitu terjadi pertempuran di mana-mana, seperti di Semarang (1945)Ambarawa (1945), Surabaya (1945), Bandung Lautan Api (1946)Medan Area (1947), Palembang (1947), Margarana (1946), Menado (1946), Sanga-Sanga (1947), Agresi Militer Belanda I (1947)Agresi Militer Belanda II (1948), dan Serangan Umum 1 Maret 1949 sehingga bangsa Indonesia mampu mempertahankan pengakuan atas kemerdekaan dan kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949. Perjuangan ini berhasil berkat adanya kepercayaan diri yang kuat, semangat pantang menyerah, berjuang tanpa pamrih dengan tekad merdeka atau mati.

Khusus pada saat menghadapi agresi militer Belanda II, walaupun Pemerintah RI yang saat itu berpusat di Yogyakarta telah menyerah, Panglima Besar Jenderal Sudirman tetap melanjutkan perjuangannya, yaitu dengan cara gerilya karena berpegang teguh pada prinsip kepentingan negara dan bangsa.

2) Menjaga Keutuhan Bangsa dan Negara

a) TNI bersama rakyat melaksanakan operasi dalam negeri seperti penumpasan terhadap PKI di Madiun 1948 dan G-30-S/PKI 1965, terhadap pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh, Sulawesi Selatan, terhadap PRRI di Sumatra Barat, Permesta di Menado, Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan, PGRS/Paraku di Kalimantan Barat, RMS di Ambon, GPLHT di Aceh, Dewan Ganda di Sumatra Selatan, dan OPM di Irian. Perjuangan ini dilaksanakan demi kepentingan menyelamatkan kehidupan berbangsa dan bernegara serta berpegang teguh pada prinsip demi kepentingan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b) Operasi pengamanan dilaksanakan terhadap kegiatan kenegaraan seperti Pemilu, Sidang Umum / Sidang Istimewa MPR, dan pengamanan terhadap terjadinya konflik komunal. Operasi pengamanan ini didasarkan kepada kepentingan negara dan bangsa, penyelamatan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ternyata dari sekian ratus negara di dunia, Indonesia termasuk negara dengan kekuatan militer terbesar di dunia. Mau bukti? Silakan cek di http://globalfirepower.com/ segera. Meskipun, sebagaimana kita maklumi, Amerika Serikat tetap menempati urutan teratas.

Indonesia menempati peringkat ke-13 sebagai negara dengan kekuatan militer terkuat sedunia setelah Korea Selatan. Berikut ini peringkatnya:

1. United States
2. Russia
3. China
4. India
5. Germany
6. France
7. Japan
8. Turkey
9. Brazil
10. Great Britain
11. Italy
12. South Korea
13. Indonesia
14. Mexico
15. Canada


Semoga dengan analisis ini, kita semakin yakin bahwa kita bukanlah negara inferior dalam segi militer dibandingkan negara lainnya. Kita, sebagai negara muslim, adalah salah satu negara yang paling diperhitungkan di dunia. Tentunya sebagai modal demi tegaknya syariah dan Khilafah. Bukan begitu?

Sabtu, 23 Juli 2011

Kira-kira Kalian berani gak Godain Cewek-cewek Cantik ini?

Yak, Merekalah Para tentara wanita dari seluruh dunia, dimana bukan hanya berada di balik meja administrasi, mereka juga bertugas menenteng senjata langsung di medan tempur demi harga diri, dan inilah mereka.
undefined

Pasukan Elit Indonesia

1. Kopassus
Komando Pasukan Khusus (Kopassus), dulunya Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasandha), dilatih untuk mengumpulkan data intelijen, berbagai teknik operasi khusus, sabotasi, dan pendaratan lewat udara dan air. Didirikan pada tanggal 16 April 1952, Kopassus dirombak dan dikecilkan jumlahnya di tahun 1985, dan pada tahun 1992 kekuatan Kopassus hanya berjumlah 2.500 orang. Mereka, yang dapat dengan mudah dikenali karena baret merahnya, dibagi dalam dua grup operasi dan satu grup pelatihan.
Pada tahun-tahun akhir di dasawarsa 1990 Kopassus kembali menambah jumlah anggotanya menjadi 6.000 orang. Dengan bermarkas besar di Cijantung, Jakarta Timur, Kopassus berkembang menjadi lima grup, dimana Group IV secara khusus menangani operasi intelijen bersama dengan Satuan Gabungan Intelijen (SGI) Kopassus.
Sekitar tahun 2001, Kopassus merampingkan organisasinya menjadi 5.000 personel dengan pembagian sebagai berikut:
Group 1 Para Komando (Taktakan, Serang, Banten) – 3 batalyon
Group 2 Para Komando (Kandang Menjangan, Kartasura, Solo) – 3 batalyon
Group 3 Sandi Yudha / Intelijen (Cijantung, Jakarta)
(1) Batalyon Parako (terpisah) (Semplak, Bogor)
(1) Detasemen Markas Komando (Cijantung, Jakarta)
(1) Sat-81/Gultor (Cijantung, Jakarta)
Pusat Pendidikan Pasukan Khusus / Pusdikpassus (Batujajar, Bandung).
Kopassus adalah kekuatan elite yang selalu mengutamakan jumlahnya yang sedikit dan kemampuannya untuk melakukan penyerangan secara cepat. Mereka telah terjun dalam berbagai operasi militer di wilayah Indonesia yang keamanannya sedang tidak terjamin. Unit Kopassus terlibat dalam operasi pembebasan sandera dalam pesawat Garuda Airline Woyla pada tahun 1981. Beberapa anggota Kopassus juga telah mendaki puncak Gunung Everest di tahun 1997.
2.Tontaipur
Peleton Intai Tempur (Tontaipur) merupakan satuan elite Kostrad terbaru, diresmikan pada tanggal 4 Agustus 2001. Setelah latihan secara intensif selama lima bulan, 97 pasukan yang diseleksi dari Brigade Infantri 9 dan Brigade Infantri 13 Kostrad menjadi prajurit-prajurit pertama satuan elite ini.
Sesuai kualifikasinya, Tontaipur akan diterjunkan untuk misi pengintaian jarak jauh ke wilayah musuh dan melakukan penghancuran terhadap sasaran-sasaran penting. Diantara perlengkapan yang dibawa, mereka akan dibekali senapan serbu khusus berikut teropong bidik malam (NVG, night vision goggle). Tiap personel Tontaipur ini memiliki kemampuan operasi sekaligus di tiga matra, yakni di darat, laut, dan udara.
Uji coba pertama bagi Tontaipur adalah operasi penumpasan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
3. Regu Pandu Tempur
Regu Pandu Tempur dahulunya bernama Regu Penyelidikan Lapangan Marinir. Anggota Regu Pandu Marinir terdiri dari Bintara dan Tamtama Marinir yang lulus seleksi yang cukup ketat di masing-masing Batalyon meliputi intelijensi, mental dan juga fisik. Mereka berlatih di Puslatpur Marinir Antralina, Sukabumi, Jawa Barat.
Selama satu minggu para peserta latihan telah melaksanakan beberapa problem medan tempur, seperti: Taktik Operasi Darat meliputi Patroli Penyelidik, Patroli Tempur dan juga kontak drill. Selain itu, mereka juga telah melaksanakan materi PBP (Peraturan Bertempur Perorangan) yang meliputi merayap, merangkak, berguling, lempar granat, serta lempar pisau dan kapak. Pengetahuan medan seperti: IMMP (Ilmu Medan Membaca Peta) & GPS (Global Prositioning System) meliputi pengenalan tanda-tanda peta, penunjukan tempat/ koordinat, pembagian dan pemberian nomor peta topograpi.
Memasuki minggu kedua materi yang diajarkan meliputi materi samaran, perlindungan, melacak jejak, & montenering, ketrampilan menembak TTO/TTD & Runduk. Tidak ketinggalan Rupanpur Marinir dibekali pengetahuan khusus seperti pandu para, mobud (mobilisasi udara), demolisi, sabotase, penculikan, ketahanan interogasi, dan escape (teknik meloloskan diri) serta problem Renang, Cross-Country, Halang Rintang, dan Speed Mars.
4. Batalyon Intai Amfibi
Batalyon Intai Amfibi atau disingkat YonTaifib adalah satuan elit dalam Korps Marinir seperti halnya Kopassus dalam jajaran TNI Angkatan Darat. Dahulunya satuan ini dikenal dengan nama KIPAM (Komando Intai Para Amfibi). Untuk menjadi anggota YonTaifib, calon diseleksi dari prajurit marinir yang memenuhi persyaratan mental, fisik, kesehatan, dan telah berdinas aktif minimal dua tahun. Salah satu program latihan bagi siswa pendidikan intai amfibi, adalah berenang dalam kondisi tangan dan kaki terikat, sejauh 3 km. Dari satuan ini kemudian direkrut lagi prajurit terbaik untuk masuk kedalam Detasemen Jala Mengkara, pasukan elitnya TNI Angkatan Laut.
5. Detasemen Jala Mangkara
Detasemen Jala Mangkara (disingkat Denjaka) adalah sebuah detasemen pasukan khusus TNI Angkatan Laut. Denjaka adalah satuan gabungan antara personel Kopaska dan Taifib Korps Marinir TNI-AL. Anggota Denjaka dididik di Bumi Marinir Cilandak dan harus menyelesaikan suatu pendidikan yang disebut PTAL (Penanggulangan Teror Aspek Laut). Lama pendidikan ini adalah 6 bulan. Intinya Denjaka memang dikhususkan untuk satuan anti teror walaupun mereka juga bisa dioperasikan di mana saja terutama anti teror aspek laut. Denjaka dibentuk berdasarkan instruksi Panglima TNI kepada Komandan Korps Marinir No Isn.01/P/IV/1984 tanggal 13 November 1984. Denjaka memiliki tugas pokok membina kemampuan antiteror dan antisabotase di laut dan di daerah pantai serta kemampuan klandestin aspek laut.
6. Komando Pasukan Katak

Komando Pasukan Katak atau lebih dikenal dengan sebutan Kopaska didirikan 31 Maret 1962 oleh Presiden Sukarno untuk mendukung kampanye militer di Irian Jaya.
Kopaska berkekuatan 300 orang. Satu grup di Armada Barat di Jakarta, dan satu grup di Armada Timur di Surabaya. Tugas utama mereka adalah menyerbu kapal dan pangkalan musuh, menghancurkan instalasi bawah air, penyiapan perebutan pantai dan operasi pendaratan kekuatan amfibi.
7. Korps pasukan khas

Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (disingkat Korpaskhasau, Paskhas atau sebutan lainnya Baret Jingga), merupakan pasukan (khusus) yang dimiliki TNI-AU. Paskhas merupakan satuan tempur darat berkemampuan tiga matra: laut, darat, udara. Dalam operasinya, tugas dan tanggungjawab Paskhas lebih ditujukan untuk merebut dan mempertahankan pangkalan udara dari serangan musuh, untuk selanjutnya menyiapkan bagi pendaratan pesawat kawan. Kemampuan ini disebut dengan Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD).
Setiap prajurit Paskhas diharuskan minimal memiliki kualifikasi Para Komando (Parako) untuk dapat melaksanakan tugas secara professional, kemudian ditambahkan kemampuan khusus kematraudaraan sesuai dengan spesialisasinya. Warna jingga sebagai warna baret Paskhas, terinspirasi dari semburat cahaya jingga yang mengiringi terbitnya fajar di daerah Margahayu, Bandung; yaitu tempat pasukan komando ini dilatih.
Motto Paskhas ialah “Karmaye Vadikarate Mafalesu Kadatjana”, yang artinya bekerja tanpa menghitung untung dan rugi.
Ungkapan ini diberikan langsung oleh Presiden RI pertama Ir. Sukarno pada malam ”tirakatan” hari Bhakti AURI di Istana Negara tanggal 30 Juli 1964. Untuk memotivasi personil AURI, Sukarno mensitir kalimat termasyhur dari Sangkahya-yoga kitab Bhagavad Gita sloka 2.47 yang berbunyi: ”Karmanye Vadikarate Mafalesu Kadatjana.” Digambarkan bahwa kewajiban seorang ksatria begitu tinggi dan mendalam, sehingga menjadi satu kewajiban kepada Tuhan sendiri.
8.Detasemen Bravo 90
Detasemen Bravo 90 (disingkat Den Bravo-90) terbilang pasukan khusus Indonesia yang paling muda pembentukannya. Baru dibentuk secara terbatas di lingkungan Korps Pasukan Khas TNI-AU pada 1990, Bravo berarti yang terbaik. Konsep pembentukannya merujuk kepada pemikiran Jenderal Guilio Douchet: Lebih mudah dan lebih efektif menghancurkan kekuatan udara lawan dengan cara menghancurkan pangkalan/instalasi serta alutsista-nya di darat daripada harus bertempur di udara. Motto: Catya Wihikan Awacyama Kapala artinya Setia, Terampil, Berhasil
9. Brigade Mobile
Brigade Mobil atau sering disingkat Brimob adalah unit (korps) tertua di dalam Kepolisian Republik Indonesia (Polri) karena mengawali pembentukan kepolisian Indonesia di tahun 1945. Korps ini dikenal sebagai Korps Baret Biru.
Brimob termasuk satuan elit dalam jajaran kesatuan Polri, Brimob juga juga tergolong ke dalam sebuah unit paramiliter ditinjau dari tanggung jawab dan lingkup tugas kepolisian.
10. Gegana
Detasemen Gegana atau biasa disingkat Gegana adalah bagian dari Kepolisian Indonesia (Polri). Pasukan inilah yang umumnya diturunkan jika muncul suatu ancaman atau teror bom. Pasukan ini memiliki keahlian khusus sebagai tim penjinak bahan peledak (jihandak). Pasukan ini mulai ada sejak tahun 1976, meski ketika itu baru berupa detasemen. Baru pada tahun 1995, dengan adanya pengembangan validasi Brimob bahwa kesatuan ini harus memiliki resimen, Detasemen Gegana lalu ditingkatkan menjadi satu resimen tersendiri, yakni Resimen II Brimob. Sementara Resimen I adalah resimen pembentukan dari anggota-anggota Brimob yang berkualifikasi pelopor. Demikian pula Resimen III. Perubahan tersebut berdasarkan Skep Kapolri Nomor 10 tentang pengembangan organisasi Brimob tahun 1995.
11. Detasemen Khusus 88
Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana.
Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Densus 88 di pusat (Mabes Polri) berkekuatan diperkirakan 400 personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu. Selain itu masing-masing kepolisian daerah juga memiliki unit anti teror yang disebut Densus 88, beranggotakan 45 – 75 orang, namun dengan fasilitas dan kemampuan yang lebih terbatas. Fungsi Densus 88 Polda adalah memeriksa laporan aktifitas teror di daerah.Melakukan penangkapan kepada personil atau seseorang atau sekelompok orang yang dipastikan merupakan anggota jaringan teroris yang dapat membahayakan keutuhan dan keamanan negara R.I.
Densus 88 adalah salah satu dari unit anti teror di Indonesia, disamping Detasemen C Gegana Brimob, Detasemen Penanggulangan Teror (Dengultor) TNI AD alias Grup 5 Anti Teror, Detasemen 81 Kopasus TNI AD (Kopasus sendiri sebagai pasukan khusus juga memiliki kemampuan anti teror), Detasemen Jalamangkara (Denjaka) Korps Marinir TNI AL, Detasemen Bravo (Denbravo) TNI AU, dan satuan anti-teror BIN.

KISAH NABI KHIDIR A.S.

Salah satu kisah Al-Quran yang sangat mengagumkan dan dipenuhi dengan misteri adalah, kisah seseorang hamba yang Allah s.w.t memberinya rahmat dari sisi-Nya dan mengajarinya ilmu. Kisah tersebut terdapat dalam surah al-Kahfi di mana ayat-ayatnya dimulai dengan cerita Nabi Musa, yaitu:
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: ‘Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan-jalan sampai bertahun-tahun.” (QS. al-Kahfi: 60)
Kalimat yang samar menunjukkan bahawa Musa telah bertekad untuk meneruskan perjalanan selama waktu yang cukup lama kecuali jika beliau mampu mencapai majma’ al-Bahrain (pertemuan dua buah lautan). Di sana terdapat suatu perjanjian penting yang dinanti-nanti oleh Musa ketika beliau sampai di majma’ al-Bahrain. Anda dapat merenungkan betapa tempat itu sangat misteri dan samar. Para musafir telah merasakan keletihan dalam waktu yang lama untuk mengetahui hakikat tempat ini. Ada yang mengatakan bahawa tempat itu adalah laut Persia dan Romawi. Ada yang mengatakan lagi bahawa itu adalah laut Jordania atau Kulzum. Ada yang mengatakan juga bahawa itu berada di Thanjah. Ada yang berpendapat, itu terletak di Afrika. Ada lagi yang mengatakan bahawa itu adalah laut Andalus. Tetapi mereka tidak dapat menunjukkan bukti yang kuat dari tempat-tempat itu.
Seandainya tempat itu harus disebutkan nescaya Allah s.w.t akan rnenyebutkannya. Namun Al-Quran al-Karim sengaja menyembunyikan tempat itu, sebagaimana Al-Quran tidak menyebutkan kapan itu terjadi. Begitu juga, Al-Quran tidak menyebutkan nama-nama orang-orang yang terdapat dalam kisah itu kerana adanya hikmah yang tinggi yang kita tidak mengetahuinya. Kisah tersebut berhubungan dengan suatu ilmu yang tidak kita miliki, kerana biasanya ilmu yang kita kuasai berkaitan dengan sebab-sebab tertentu. Dan tidak juga ia berkaitan dengan ilmu para nabi kerana biasanya ilmu para nabi berdasarkan wahyu. Kita sekarang berhadapan dengan suatu ilmu dari suatu hakikat yang samar; ilmu yang berkaitan dengan takdir yang sangat tinggi; ilmu yang dipenuhi dengan rangkaian tabir yang tebal.
Di samping itu, tempat pertemuan dan waktunya antara hamba yang mulia ini dan Musa juga tidak kita ketahui. Demikianlah kisah itu terjadi tanpa memberitahumu kapan terjadi dan di tempat mana. Al-Quran sengaja menyembunyikan hal itu, bahkan Al-Quran sengaja menyembunyikan pahlawan dari kisah ini. Allah s.w.t mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:
“Seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (QS. al-Kahfi: 65)
Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan siapa nama hamba yang dimaksud, yaitu seorang hamba yang dicari oleh Musa agar ia dapat belajar darinya. Nabi Musa adalah seseorang yang diajak berbicara langsung oleh Allah s.w.t dan ia salah seorang ulul azmi dari para rasul. Beliau adalah pemilik mukjizat tongkat dan tangan yang bercahaya dan seorang Nabi yang Taurat diturunkan kepadanya tanpa melalui perantara. Namun dalam kisah ini, beliau menjadi seorang pencari ilmu yang sederhana yang harus belajar kepada gurunya dan menahan penderitaan di tengah-tengah belajarnya itu. Lalu, siapakah gurunya atau pengajarnya? Pengajarnya adalah seorang hamba yang tidak disebutkan namanya dalam Al-Quran meskipun dalam hadis yang suci disebutkan bahawa ia adalah Khidir as.
Musa berjalan bersama hamba yang menerima ilmunya dari Allah s.w.t tanpa sebab-sebab penerimaan ilmu yang biasa kita ketahui. Mula-mula Khidir menolak ditemani oleh Musa. Khidir memberitahu Musa bahawa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Akhirnya, Khidir mahu ditemani oleh Musa tapi dengan syarat, hendaklah ia tidak bertanya tentang apa yang dilakukan Khidir sehingga Khidir menceritakan kepadanya. Khidir merupakan simbol ketenangan dan diam; ia tidak berbicara dan gerak- gerinya menimbulkan kegelisahan dan kebingungan dalam diri Musa. Sebahagian tindakan yang dilakukan oleh Khidir jelas-jelas dianggap sebagai kejahatan di mata Musa; sebahagian tindakan Khidir yang lain dianggap Musa sebagai hal yang tidak memiliki erti apa pun; dan tindakan yang lain justru membuat Musa bingung dan membuatnya menentang. Meskipun Musa memiliki ilmu yang tinggi dan kedudukan yang luar biasa namun beliau mendapati dirinya dalam keadaan kebingungan melihat perilaku hamba yang mendapatkan kurnia ilmunya dari sisi Allah s.w.t.
Ilmu Musa yang berlandaskan syariat menjadi bingung ketika menghadapi ilmu hamba ini yang berlandaskan hakikat. Syariat merupakan bahagian dari hakikat. Terkadang hakikat menjadi hal yang sangat samar sehingga para nabi pun sulit memahaminya. Awan tebal yang menyelimuti kisah ini dalam Al-Quran telah menurunkan hujan lebat yang darinya mazhab- mazhab sufi di dalam Islam menjadi segar dan tumbuh. Bahkan terdapat keyakinan yang menyatakan adanya hamba-hamba Allah s.w.t yang bukan termasuk nabi dan syuhada namun para nabi dan para syuhada “cemburu” dengan ilmu mereka. Keyakinan demikian ini timbul kerana pengaruh kisah ini.
Para ulama berbeza pendapat berkenaan dengan Khidir. Sebahagian mereka mengatakan bahawa ia seorang wali dari wali-wali Allah s.w.t. Sebahagian lagi mengatakan bahawa ia seorang nabi. Terdapat banyak cerita bohong tentang kehidupan Khidir dan bagaimana keadaannya. Ada yang mengatakan bahawa ia akan hidup sampai hari kiamat. Yang jelas, kisah Khidir tidak dapat dijabarkan melalui nas-nas atau hadis-hadis yang dapat dipegang (otentik). Tetapi kami sendiri berpendapat bahawa beliau meninggal sebagaimana meninggalnya hamba-hamba Allah s.w.t yang lain. Sekarang, kita tinggal membahas kewaliannya dan kenabiannya. Tentu termasuk masalah yang sangat rumit atau membingungkan. Kami akan menyampaikan kisahnya dari awal sebagaimana yang dikemukakan dalam Al-Quran.
Nabi Musa as berbicara di tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah s.w.t dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Pembicaraan Nabi Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau menyampaikan pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: “Apakah ada di muka bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?” Dengan nada emosi, Musa menjawab: “Tidak ada.”
Allah s.w.t tidak setuju dengan jawapan Musa. Lalu Allah s.w.t mengutus Jibril untuk bertanya kepadanya: “Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di mana Allah s.w.t meletakkan ilmu-Nya?” Musa mengetahui bahawa ia terburu-buru mengambil suatu keputusan. Jibril kembali berkata kepadanya: “Sesungguhnya Allah s.w.t mempunyai seorang hamba yang berada di majma’ al-Bahrain yang ia lebih alim daripada kamu.” Jiwa Nabi Musa yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui hamba yang alim.
Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari hamba yang alim dan soleh. Tempat yang mereka cari adalah tempat yang sangat samar dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya ikan di keranjang dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut. Namun Musa berkeinginan kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun beliau harus berjalan sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.
Musa berkata kepada pembantunya: “Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu.” Pemuda atau pembantunya berkata: “Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang tidak terlalu berat.” Kedua orang itu sampai di suatu batu di sisi laut. Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan pembantunya masih bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu bergerak dan hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda yang diberitahukan Allah s.w.t kepada Musa tentang tempat pertemuannya dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar kepadanya. Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahawa ikan yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya. Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia berkata kepada pembantunya: “Cuba bawalah kepada kami makanan siang kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan ini.”
Pembantunya mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa. Ia meminta maaf kepada Nabi Musa kerana lupa menceritakan hal itu. Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu, yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan dengan suatu cara yang mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata: “Demikianlah yang kita inginkan.” Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahawa di tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim. Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menyelusuri tempat yang dilaluinya sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju ke lautan.
Perhatikanlah permulaan kisah: bagaimana Anda berhadapan dengan suatu kesamaran dan tabir yang tebal di mana ketika Anda menjumpai suatu tabir di depan Anda terpampang maka sebelum tabir itu tersingkap Anda harus berhadapan dengan tabir-tabir yang lain. Akhirnya, Musa sampai di tempat di mana ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur di dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut. Di sanalah mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui usianya. Yang kita ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh Al-Quran: “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. “
Inilah aspek yang penting dalam kisah itu. Kisah itu terfokus pada sesuatu yang ada di dalam jiwa, bukan tertuju pada hal-hal yang bersifat fizik atau lahiriah. Allah s.w.t berfirman:
“Maka tatkala mereka berjalan sampai ke pertemuan dua buah laut itu, maka mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: ‘Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita merasa letih kerana perjalanan kita ini.’ Muridnya menjawab: ‘Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.’ Musa berkata: ‘Itulah (tempat) yang kita cari; lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. ” (QS. al-Kahfi: 61-65)
Bukhari mengatakan bahawa Musa dan pembantunya menemukan Khidir di atas sejadah hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia menyampaikan salam kepadanya. Khidir berkata: “Apakah di bumimu ada salam? Siapa kamu?” Musa menjawab: “Aku adalah Musa.” Khidir berkata: “Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari Bani Israil.” Musa berkata: “Dari mana kamu mengenal saya?” Khidir menjawab: “Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?” Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: “Apakah aku dapat mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah memperoleh kurnia dari-Nya.” Khidir berkata: “Tidakkah cukup di tanganmu Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa, jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku.”
Kita ingin memperhatikan sejenak perbezaan antara pertanyaan Musa yang penuh dengan kesopanan dan kelembutan dan jawapan Khidir yang tegas di mana ia memberitahu Musa bahawa ilmunya tidak harus diketahui oleh Musa, sebagaimana ilmu Musa tidak diketahui oleh Khidir. Para ahli tafsir mengemukakan bahawa Khidir berkata kepada Musa: “Ilmuku tidak akan engkau ketahui dan engkau tidak akan mampu sabar untuk menanggung derita dalam memperoleh ilmu itu. Aspek-aspek lahiriah yang engkau kuasai tidak dapat menjadi landasan dan ukuran untuk menilai ilmuku. Barangkali engkau akan melihat dalam tindakan- tindakanku yang tidak engkau fahami sebab-sebabnya. Oleh kerana itu, wahai Musa, engkau tidak akan mampu bersabar ketika ingin mendapatkan ilmuku.” Musa mendapatkan suatu pernyataan yang tegas dari Khidir namun beliau kembali mengharapnya untuk mengizinkannya menyertainya untuk belajar darinya. Musa berkata kepadanya bahawa insya-Allah ia akan mendapatinya sebagai orang yang sabar dan tidak akan menentang sedikit pun.
Perhatikanlah bagaimana Musa, seorang Nabi yang berdialog dengan Allah s.w.t, merendah di hadapan hamba ini dan ia menegaskan bahawa ia tidak akan menentang perintahnya. Hamba Allah s.w.t yang namanya tidak disebutkan dalam Al-Quran menyatakan bahawa di sana terdapat syarat yang harus dipenuhi Musa jika ia bersikeras ingin menyertainya dan belajar darinya. Musa bertanya tentang syarat ini, lalu hamba yang soleh ini menentukan agar Musa tidak bertanya sesuatu pun sehingga pada saatnya nanti ia akan mengetahuinya atau hamba yang soleh itu akan memberitahunya. Musa sepakat atas syarat tersebut dan kemudian mereka pun pergi. Perhatikanlah firman Allah s.w.t dalam surah al-Kahfi:
“Musa berkata kepadanya: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu ?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?’ Musa berkata: ‘Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.’ Dia berkata: ‘Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.’” (QS. al-Kahfi: 66-70)
Musa pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada di sana agar mahu mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir. Lalu mereka pun membawanya berserta Musa, tanpa meminta upah sedikit pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para pemiliknya, Khidir melubangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan dari perahu itu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu dibawa ombak ke tempat yang jauh.
Musa menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berfikir. Musa berkata kepada dirinya sendiri: “Apa yang aku lakukan di sini, mengapa aku berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku tidak tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah s.w.t sehingga mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut kami tanpa meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru merosak perahu itu dan melubanginya.” Tindakan Khidir di mata Musa adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai bentuk kecemburuannya kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata: “Apakah engkau melubanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang tercela.” Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba Allah s.w.t itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahawa usaha Musa untuk belajar darinya menjadi sia-sia kerana Musa tidak mampu lagi bersabar. Musa meminta maaf kepada Khidir kerana ia lupa dan mengharap kepadanya agar tidak menghukumnya.
Kemudian mereka berdua berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah s.w.t ini membunuh anak kecil itu. Musa dengan lantang bertanya kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah s.w.t itu kembali mengingatkan Musa bahawa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa meminta maaf kepadanya kerana lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah kesempatan terakhirku untuk menemanimu. Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak mengetahui mengapa mereka berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana. Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mahu memberi dan tidak mahu menjamu mereka.
Kemudian datanglah waktu petang. Kedua orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat hairan melihat tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya tidak layak untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa berkata: “Seandainya engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu.” Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah s.w.t itu berkata kepadanya: “Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku.” Hamba Allah s.w.t itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak dilontarkan dan ia mengingatkannya bahawa pertanyaan yang ketiga adalah akhir dari pertemuan.
Kemudian hamba Allah s.w.t itu menceritakan kepada Musa dan membongkar kesamaran dan kebingungan yang dihadapi Musa. Setiap tindakan hamba yang soleh itu—yang membuat Musa bingung—bukanlah hasil dari rekayasanya atau dari inisiatif sendiri, ia hanya sekadar menjadi jambatan yang digerakkan oleh kehendak Yang Maha Tingi di mana kehendak yang tinggi ini menyiratkan suatu hikmah yang tersembunyi. Tindakan-tindakan yang secara lahiriah tampak keras namun pada hakikatnya justru menyembunyikan rahmat dan kasih sayang. Demikianlah bahawa aspek lahiriah bertentangan dengan aspek batiniah. Hal inilah yang tidak diketahui oleh Musa. Meskipun Musa memiliki ilmu yang sangat luas tetapi ilmunya tidak sebanding dengan hamba ini. Ilmu Musa laksana setitis air dibandingkan dengan ilmu hamba itu, sedangkan hamba Allah s.w.t itu hanya memperoleh ilmu dari Allah s.w.t sedikit, sebesar air yang terdapat pada paruh burung yang mengambil dari lautan. Allah s.w.t berfirman:
“Maka berjalanlah heduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melubanginya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu melubangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar.’ Dia (Khidir) berkata: ‘Bukankah aku telah berkata: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.’ Musa berkata: ‘Janganlah kamu menghukum aku kerana kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku.’ Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: ‘Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih itu, bukan kerana dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.’ Khidir berkata: ‘Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahawa sesungguhnya kamu tidak akan sabar bersamaku?’ Musa berkata: ‘Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku.’ Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: ‘Jikalau kamu mau, nescaya kamu mengambil upah untuk itu.’ Khidir berkata: ‘Inilah perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merosakkan bahtera itu, kerana di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin dan kami khawatir bahawa dia akan mendorong orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam dari kasih sayangnya (kepada ibu dan bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya seseorang yang soleh, maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemahuanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.’” (QS. al-Kahfi: 71-82)
Hamba soleh itu menyingkapkan dua hal pada Musa: ia memberitahunya bahawa ilmunya, yakni ilmu Musa sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahawa banyak dari musibah yang terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat yang besar. Pemilik perahu itu akan menganggap bahawa usaha melubangi perahu mereka merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk merampas perahu- perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan perahu-perahu yang rosak. Dengan demikian, sumber rezeki keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan mereka tidak akan mati kelaparan. Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan menganggap bahawa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah, namun kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka kerana Allah s.w.t akan memberi mereka—sebagai ganti darinya—anak yang baik yang dapat menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua dan mereka tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak yang terbunuh. Demikianlah bahawa nikmat terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya, suatu bencana terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik ternyata justru di balik itu terdapat keburukan.
Mula-mula Nabi Allah s.w.t Musa menentang dan mempersoalkan tindakan hamba Allah s.w.t tersebut, kemudian ia menjadi mengerti ketika hamba Allah s.w.t itu menyingkapkan kepadanya maksud dari tindakannya dan rahmat Allah s.w.t yang besar yang tersembunyi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Selanjutnya, Musa kembali menemui pembantunya dan menemaninya untuk kembali ke Bani Israil. Sekarang, Musa mendapatkan keyakinan yang luar biasa. Musa telah belajar dari mereka dua hal: yaitu ia tidak merasa bangga dengan ilmunya dalam syariat kerana di sana terdapat ilmu hakikat, dan ia tidak mempersoalkan musibah-musibah yang dialami oleh manusia kerana di balik itu terdapat rahmat Allah s.w.t yang tersembunyi yang berupa kelembutan-Nya dan kasih sayang-Nya. Itulah pelajaran yang diperoleh Nabi Musa as dari hamba ini. Nabi Musa mengetahui bahawa ia berhadapan dengan lautan ilmu yang baru di mana ia bukanlah lautan syariat yang diminum oleh para nabi. Kita berhadapan dengan lautan hakikat, di hadapan ilmu takdir yang tertinggi; ilmu yang tidak dapat kita jangkau dengan akal kita sebagai manusia biasa atau dapat kita cerna dengan logik biasa. Ini bukanlah ilmu eksperimental yang kita ketahui atau yang biasa terjadi di atas bumi, dan ia pun bukan ilmu para nabi yang Allah s.w.t wahyukan kepada mereka.
Kita sekarang sedang membahas ilmu yang baru. Lalu siapakah pemilik ilmu ini? Apakah ia seorang wali atau seorang nabi? Majoriti kaum sufi berpendapat bahawa hamba Allah s.w.t ini dari wali-wali Allah s.w.t. Allah s.w.t telah memberinya sebahagian ilmu laduni kepadanya tanpa sebab-sebab tertentu. Sebahagian ulama berpendapat bahawa hamba soleh ini adalah seorang nabi. Untuk mendukung penyataannya ulama- ulama tersebut menyampaikan beberapa argumentasi melalui ayat Al- Quran yang menunjukkan kenabiannya.
Pertama, firman-Nya:
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-ham- ba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.”
Kedua, perkataan Musa kepadanya:
“Musa berkata kepadanya: ‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?’ Musa berkata: ‘lnsya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.’ Dia berkata: ‘Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu,’” (QS. al-Kahfi: 66-70)
Seandainya ia seorang wali dan bukan seorang nabi maka Musa tidak akan berdialog atau berbicara dengannya dengan cara yang demikian dan ia tidak akan menjawab kepada Musa dengan jawapan yang demikian. Bila ia bukan seorang nabi maka bererti ia tidak maksum sehingga Musa tidak harus memperoleh ilmu dari seseorang wali yang tidak maksum.
Ketiga, Khidir menunjukkan keberaniannya untuk membunuh anak kecil itu melalui wahyu dari Allah s.w.t dan perintah dari-Nya. Ini adalah dalil tersendiri yang menunjukkan kenabiannya dan bukti kuat yang menunjukkan kemaksumannya. Sebab, seorang wali tidak boleh membunuh jiwa yang tidak berdosa dengan hanya berdasarkan kepada keyakinannya dan hatinya. Boleh jadi apa yang terlintas dalam hatinya tidak selalu maksum kerana terkadang ia membuat kesalahan. Jadi, keberanian Khidir untuk membunuh anak kecil itu sebagai bukti kenabiannya.
Keempat, perkataan Khidir kepada Musa:
“Sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemahuanku sendiri. ” (QS. al-Kahfi: 82)
Yakni, apa yang aku lakukan bukan dari doronganku sendiri namun ia merupakan perintah dari Allah s.w.t dan wahyu dari-Nya. Demikianlah pendapat para ulama dan para ahli zuhud. Para ulama berpendapat bahawa Khidir adalah seorang Nabi sedangkan para ahli zuhud dan para tokoh sufi berpendapat bahawa Khidir adalah seorang wali dari wali-wali Allah s.w.t.
Salah satu pernyataan Khidir yang sering dikemukakan oleh tokoh sufi adalah perkataan Wahab bin Munabeh, Khidir berkata: “Wahai Musa, manusia akan diseksa di dunia sesuai dengan kadar kecintaan mereka atau kecenderungan mereka terhadapnya (dunia).” Sedangkan Bisyir bin Harits al-Hafi berkata: “Musa berkata kepada Khidir: “Berilah aku nasihat.” Khidir menjawab: “Mudah-mudahan Allah s.w.t memudahkan kamu untuk taat kepada-Nya.” Para ulama dan para ahli zuhud berselisih pendapat tentang Khidir dan setiap mereka mengklaim kebenaran pendapatnya. Perbezaan pendapat ini berhujung pangkal kepada anggapan para ulama bahawa mereka adalah sebagai pewaris para nabi, sedangkan kaum sufi menganggap diri mereka sebagai ahli hakikat yang mana salah satu tokoh terkemuka dari ahli hakikat itu adalah Khidir. Kami sendiri cenderung untuk menganggap Khidir sebagai seorang nabi kerana beliau menerima ilmu laduni. Yang jelas, kita tidak mendapati nas yang jelas dalam konteks Al-Quran yang menunjukkan kenabiannya dan kita juga tidak menemukan nas yang gamblang yang dapat kita jadikan sandaran untuk menganggapnya sebagai seorang wali yang diberi oleh Allah s.w.t sebahagian ilmu laduni.
Barangkali kesamaran seputar peribadi yang mulia ini memang disengaja agar orang yang mengikuti kisah tersebut mendapatkan tujuan utama dari inti cerita. Hendaklah kita berada di batas yang benar dan tidak terlalu jauh mempersoalkan kenabiannya atau kewaliannya. Yang jelas, ketika kami memasukkannya dalam jajaran para nabi kerana ia adalah seorang guru dari Musa dan seorang ustaz baginya untuk beberapa waktu.

Pengikut